Penerapan
otonomi daerah membawa konsekwensi logis berupa penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai ketentuan
peraturan perundangan yang telah ditetapkan, pemerintah daerah berkewajiban
untuk membuat Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan yang terdiri dari Laporan
Perhitungan Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Nota Perhitungan Anggaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2001 menyatakan bahwa pemerintah daerah
memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
daerah dalam bentuk Peraturan Daerah. Sistem Informasi Akutansi Keuangan Daerah
(SIAKD) merupakan system terkomputerisasi yang baru diimplementasikan beberapa
tahun belakangan ini di Departemen Dalam Negeri RI, khususnya pada Direktorat
Jendral Biro Administrasi Keuangan Daerah. Tujuannya tidak lain untuk mengatur
dan mementau jalannya perumusan APBD hingga pelaksanaannya di setiap daerah.
Sistem tersebut diperlukan untuk memenuhi
kewajiban pemerintah daerah dalam membuat Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan
daerah yang bersangkutan System ini terdiri dari 3 modul utama yang cukup besar
yaitu modul Core, Non Core dan Kolaborasi.
Modul
Core merupakan modul inti dalam SIAKD. Isinya proses perumusan anggaran,
pelaksanaan kas, dan pembukuan serta pertanggungjawaban APBD. Modul Non Core
yang merupakan modul tambahan dalam SIPKD, berisi catatan pendapatan dan
piutang, payroll dan manajemen aset daerah. Sedangkan modul Kolaborasi lebih
ditujukan kepada para pejabat daerah karena barisi Sistem Informasi Eksekutif.
Kehadiran SIAKD membawa manfaat dalam menjalankan
akutansi keuangan yang ada di daerah-daerah di Indonesia. Untuk menjalankan
proses SIAKD diperlukan prosedur-prosedur yang dapat mempermudah dalam
menjalaknkan SIKD secara benar. Prosedur dalam berbagai modul dijelaskan secara
terperinci dan secara krologi yang tepat dan tidak menyulitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
NAMA