A. Nilai
Nilai berhubungan erat dengan sikap, dalam arti bahwa
nilai itu dapat digunakan sebagai suatu cara mengorganisasi sejumlah sikap.
Menurut Gibson et al. (1986) pengertian nilai didefinisikan sebagai
kumpulan dari perasaan senang dan tidak senang, pandangan, keharusan,
kecenderungan dalam diri orang, pendapat yang rasional dan tidak rasional,
prasangka dan pola asosiasi yang menentukan pandangan seseorang tentang dunia.
Sedangkan nilai menurut Robbin (2001) yaitu keyakinan-keyakinan dasar bahwa
suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai
secara pribadi atau sosial dibandingkan suatu modus perilaku atau keadaan akhir
eksistensi yang berlawanan.
Nilai mengandung suatu unsur pertimbangan dalam arti
nilai mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik
atau diinginkan. Nilai sangat pening untuk mempelajari perilaku keorganisasian,
karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena
nilai mempengaruhi persepsi kita. Nilai
yang kita anut sebagin besar ditentukan oleh faktor genetik. Jadi nilai-nilai
dari orang tua memainkan suatu bagian yang
penting dalam menjelaskan akan bagaimana nilai-nilai kita. Selanjutnya nilai-nilai ditentukan oleh budaya, guru, teman dan juga
pengaruh lingkungan. Nilai-nilai yang dianut seseorang itu tidaklah tetap
tetapi apabila nilai-nilai yang dianut seseorang tersebut berubah, maka
perubahan itu sangat lambat. Sebagian besar nilai yang kita anut dibangun dalam
usia dini (bisa melalui orangtua, guru, teman dan lain-lain). Banyak hal
tentang apa yang benar dan salah dirumuskan dari pandangan yang dikemukakan
oleh orangtua kita. Ketika menjadi dewasa dan dihadapkan pada sistem nilai
lain, mungkin nilai yang kita punya bisa berubah.
Menarik untuk disimak bahwa nilai relatif stabil dan
abadi. Hal ini merupakan hasil dari komponen genetik dan cara bagaimana nilai
tersebut dipelajari. Penanaman nilai dari orangtua selalu memberitahukan mana
perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak diinginkan. Pembelajaran nilai
yang mutlak atau hitam putih inilah, bila digabung dengan suatu yang cukup
banyak dari faktor genetik yang kurang lebih menjami kestabilan dan keabadian
nilai-nilai tersebut.
B. Tipe Nilai
Di dalam mengelompokkan nilai maka terdapat 2 (dua)
pendekatan/ tipe adalah sebagai berikut :
- Nilai Terminal
Diartikan merujuk pada keadaan akhir eksistensi yang
sangat diinginkan. Nilai terminal merupakan tujuan yang ingin dicapai seseorang
selama hidupnya. Contoh dari nilai terminal menurut Rokeach dalam Robbin (2001)
adalah :
a. Suatu hidup nyaman (hidup makmur)
b. Suatu hidup yang menggairahkan (hidup aktif, merangsang)
c. Rasa berprestasi (kontribusi lama)
d. Suatu dunia damai (bebas dari perang dan konflik)
e. Suatu dunia yang indah (keindahan alam dan seni)
f. Kesamaan (persaudaraan, kesempatan yang sama untuk semua)
g. Keamanan keluarga (merawat orang lain)
h. Kemerdekaan (ketidakbergantungan, pilihan bebas)
i. Kebahagiaan (kepuasan)
j. Harmoni batin (bebas dari konflik batin)
k. Kesenangan (hidup santai dan dapat dinikmati)
l. dll
- Nilai
Instrumental
Yaitu merujuk kemodus perilaku yang lebih disukai atau
diinginkan atau cara untuk mencapai nilai-nilai terminal. Contoh dari nilai
instrumental masih menurut Rokeach dalam Robbin (2001) adalah :
a. Ambisius (kerja keras, bercita-cita tinggi)
b. Berpikiran luas (berpikiran terbuka)
c. Kapabel (mampu, efektif)
d. Riang (senang, gembira)
e. Bersih (rapi, teratur)
f. Berani (tegak mempertahankan keyakinan)
g. Memaafkan (bersedia mengampuni orang yang dicintai)
h. Membantu (bekerja untuk kesejahteraan orang lain)
i. Jujur (tulus, tidak bohong)
j. Membantu (bekerja untuk kesejahteraan orang lain)
k. Memaafkan ( bersedia mengampuni orang lain)
l. dlll
C. Sikap
Menurut Mitchell (1982) para ilmuwan sosial umumnya
sependapat bahwa sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi
dengan cara yang menyenangkan atau tidak terhadap obyek, orang, konsep atau apa
saja. Ada beberapa asumsi penting yang
menjadi dasar dari definisi diatas. Pertama, sikap berhubungan dengan perilaku.
Berdasarkan sikapnya terhadap sesuatu, seseorang cenderung untuk berperilaku
tertentu. Kedua, sikap terikat erat
dengan perasaan orang dengan suatu obyek. Sedangkan ketiga, sikap adalah
konstruk yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati, akan
tetapi sikap itu sendiri tidak dapat diamati.
Pendapat yang lain menurut Gibson et al. (1986) mendefinisikan
sikap adalah kesiap-siapan mental, yang diorganisasi lewat pengalaman, yang
mempunyai pengaruh tertentu kepada tanggapan seseorang terhadap orang, obyek
dan situasi yang berhubungan dengannya. Definisi mengenai sikap ini mempunyai
pengaruh tertentu pada manajer. Pertama, sikap menentukan kecenderungan orang
terhadap segi tertentu dari dunia ini. Kedua, sikap memberikan dasar emosional
bagi hubungan interpersonal seseorang dan pengenalannya terhadap orang lain.
Ketiga, sikap diorganisasi dan dekat dengan inti kepribadian.
Pengertian sikap menurut Robbin (2001) adalah pernyataan
atau pertimbangan evaluatif (baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan)
mengenai obyek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang
merasakan sesuatu. Bila ada pegawai mengatakan ”saya menyukai pekerjaan saya”
maka pegawai tersebut mengungkapkan sikapnya tentang pekerjaannya. Sikap tidak
sama dengan nilai tetapi keduanya saling berhubungan. Hal ini dapat dilihat
pada 3 (tiga) komponen dalam sikap yaitu :
- Pengertian (cognition)
adalah segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap. Bagian ini
terdiri dari persepsi, pendapat, dan kepercayan orang. Bagian kognitif
bertautan dengan proses berpikir, dengan tekanan khusus kepada rasionalitas
dan logika.
- Keharuan (affect) adalah segmen emosional
atau perasaan dari suatu sikap. Komponen ini dipelajari dari orang tua, guru,
dan teman sejawat.
- Perilaku (behavior) adalah suatu maksud untuk
berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Komponen
perilaku ini merupakapan komponen tindakan dari sikap. Cara seseorang
bertindak menghadapi orang lain atau sesuatu barang dapat ramah, hangat,
agresif, bermusuhan, apatis atau dengan
sesuatu cara lain.
D. Sumber Sikap
Ada banyak sumber dari pembentukan sikap. Sikap dibentuk
dari orang tua, guru dan anggota kelompok rekan sekerja, masyarakat dan
pengalaman pekerjaan sebelumnya. Pengalaman waktu kecil membantu menciptakan
sikap individu. Sikap anak muda biasanya sesuai dengan sikap orang tua mereka.
Apabila anak-anak mencapai umur sepuluh tahun, mereka mulai lebih kuat
dipengaruhi oleh teman sejawat. Kelompok teman sebaya mampu mempengaruhi sikap
karena orang ingin diterima oleh orang lain. Anak-anak belasan tahun mencari
persetujuan dengan sama-sama memiliki sikap yang serupa atau dengan merubah
sikap untuk mengikuti sikap kelompok.
Orang belajar dan mengetahui sikap lewat pengalaman
kerja. Mereka mengembangkan sikap terhadap faktor-faktor seperti persamaan
upah, evaluasi prestasi, kemampuan manajemen, rancangan kerja dan keanggotaan
kelompok kerja.
E. Tipe Sikap
Berbicara tipe sikap, maka terdapat 3 (tiga) tipe sikap.
Tipe sikap tersebut adalah sebagai berikut :
- Kepuasan kerja
Yaitu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif
terhadap kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukkan sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
- Keterlibatan
kerja
Adalah mengukur derajat
sejau mana atau sampai tingkat mana
seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan
menganggap kinerjanya penting bagi harga diri.
Pegawai dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi
dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli
dengan jenis kerja tersebut. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi telah
ditemukan berkaitan dengan kemangkiran yang lebih rendah dan tingkat permohonan
berhenti yang lebih rendah.
- Komitmen pada
organisasi
Adalah suatu keadaan
atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi
tersebut. Seperti pada keterlibatan kerja bahwa komitmen pada organisasi
memperlihatkan hubungan yang negatif antara kemangkiran dan tingkat keluar
masuknya pegawai.
F. Sikap dan Konsistensi
Orang
berusaha keras mempertahankan konsistensi antara komponen-komponen dari sikap
yaitu kognisi, afek dan perilaku. Tetapi seringkali komponen-komponen tersebut
saling bertentangan dan tidak konsisten. Apabila hal ini terjadi, maka
timbullah keadaan yag tidak seimbang. Ketegangan yang terjadi dari keadaan
semacam itu hanya akan berkurang apabila tercapai sesuatu bentuk konsistensi.
Istilah
disonansi kognitif berarti suatu inkonsistensi (ketidakkonsistenan) lebih
jelasnya menurut Robbin (2001) adalah ketidaksesuaian antara dua sikap atau
lebih atau antara perilaku dan sikap. Sedangkan menurut Gibson et al.
(1986) istilah disonansi kognitif adalah menguraikan suatu situasi apabila terjadi
ketidaksesuaian antara komponen kognitif dan komponen perilaku dari sikap.
Disonansi kognitif mempunyai pengaruh penting dalam organisasi. Pertama,
disonansi kognitif membentuk menjelaskan pilihan yang diambil oleh orang
apabila komponen-komponen itu tidak konsisten. Kedua, teori disonansi kognitif
dapat membantu meramalkan kecenderungan orang merubah sikapnya. Hasrat untuk
mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang
menciptakan disonansi tersebut, derajat pengaruh yang diyakini dipunyai oleh
individu terhadap unsur-unsur tersebut dan ganjaran yang mungkin tersangkut
dalam disonansi.
G. Kepuasan Kerja
Pendapat Robbin (2001) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap perkerjaannya. Adapun terdapat
faktor-faktor yang sangat penting di dalam mendorong kepuasan kerja, adalah sebagai berikut :
- Kerja yang
secara mental menantang.
- Ganjaran yang bagus
- Kondisi kerja yang mendukung
- Rekan sekerja yang mendukung
- Kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan
H. Efek Kepuasan Kerja pada Kinerja Pegawai
Kepentingan para manajer pada kepuasan kerja cenderung
berpusat pada efeknya pada kinerja karyawan. Berikut dibawah ini dijelaskan
dampak kepuasan kerja pada produktivitas, kemangkiran dan keluarnya pegawai :
1. Kepuasan kerja dan produktivitas
Terdapat suatu pernyataan ”seorang pekerja yang bahagia
adalah seorang pekerja yang produktif”. Suatu riset menunjukkan bahwa jika ada hubungan yang positif antara kepuasan dan
produktivitas, korelasinya secara konsisten rendah. Hubungan kepuasan dan
produktivitas dapat diperbaiki apabila memasukkan variabel pelunak misalnya
perilaku pegawai tidak dihambat atau dikendalikan oleh faktor luar.
Kesimpulan yang benar bahwa produktivitas membimbing pada
kepuasan dan bukan sebaliknya. Jika kita melakukan suatu pekerjan yang baik ,
secara intrinsik kita merasa senang mengenai hal tersebut. Apalagi dengan
organisasi memberi ganjaran untuk produktivitas maka akan menaikkan kepuasan
kerja.
2. Kepuasan kerja dan kemangkiran
Terdapat suatu korelasi yang negatif antara kepuasan
kerja dan kemangkiran. Terdapat kecenderungan pegawai yang tidak puas lebih
besar kemungkinan untuk mangkir atau tidak bekerja.
3. Kepuasan kerja dan keluarnya pegawai
Secara khusus tingkat kepuasan kurang penting dalam meramalkan
keluarnya pegawai untuk mereka yang berkinerja tinggi. Hal ini disebabkan
organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan orang-orang
tersebut. Pegawai tersebut mendapatkan
kenaikan upah, pujian, promosi dan sebagainya. Sebaliknya bagi pegawai yang
kinerjanya buruk. Sedikit upaya dilakukan oleh organisasi untuk menahan mereka.
Bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka agar keluar. Oleh
karena itu kita mengharapkan bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam
mempengaruhi mereka yang kinerjanya buruk untuk tinggi daripada pegawai yang
kinerjanya unggul atau tinggi.
I. Ketidakpuasan Pegawai
Ketidakpuasan pegawai dapat dinyatakan dengan sejumlah
cara. Dibawah ini terdapat 4 (empat) cara pegawai didalam menyatakan
ketidakpuasannya. Cara mengungkapkan ketidakpuasan pegawai tersebut adalah :
- Eksit
Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi.
Dalam hal ini pegawai tersebut mencari posisi baru atau minta berhenti.
- Suara
Perilaku dengan usaha aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki
kondisi. Hal ini mencakup saran perbaikan,
membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat
buruh.
- Kesetiaan
Perilau pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Hal ini mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik dari luar dan
mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang tepat.
- Pengabaian
Perilaku yang secara pasif membiarkan kondisi memburuk,
termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang
dikurangi dan tingkat kekeliruan yang
meningkat.
J. Kesimpulan
Meskipun tidak mempunyai
suatu dampak langsung terhadap perilaku, nilai-nilai dengan kuat mempengaruhi
sikap seseorang. Sehingga pengetahuan
mengenai sistem nilai seorang individu dapat memberikan wawasan tentang sikap-sikapnya.
Kinerja dan kepuasan seorang pegawai atau karyawan kemungkinan besar akan lebih tinggi jika
nilai-nilainya sesuai dengan organisasi.
Para manajer hendaknya
tertarik pada sikap-sikap karyawan mereka karena sikap memberikan peringatan
terhadap problem potensial dan karena sikap mempengaruhi perilaku. Para manajer
seharusnya juga menyadari bahwa karyawan akan mencoba mengurangi disonansi
kognitif. Lebih penting lagi, disonansi dapat dikelola. Jika karyawan meminta
untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang tampaknya tidak konsisten atau
berlawanan dengan sikap mereka, tekanan untuk mengurangi disonansi yang
dihasilkan akan dikurangi bila karyawan itu mempersepsikan bahwa disonansi itu
dipaksakan dariluar dan berada di luar kendalinya atai jika ganjaran cukup
bermakna untuk mengimbangi disonansi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
NAMA